Supercharger dan turbocharger
Daya isap untuk mendapatkan kecepatan aliran udara yang masuk ke ruang bakar menjadi kunci dari mesin Normally Aspirated (N/A). Jadi kebutuhan udara segar sangat tergantung dari desain ruang bakar, jumlah katup, dan intake serta exhaust manifold. Lain halnya bila mesin telah dilengkapi peranti pemasok udara paksa. Tentu kebutuhan udara segar akan selalu tercukupi lantaran dipaksa masuk. Peranti ini pun terbagi menjadi dua: supercharger yang digerakan oleh putaran mesin, dan turbocharger yang memanfaatkan aliran gas buang. Keduanya memiliki keunggulan masing-masing. Lantaran digerakkan oleh putaran mesin, supercharger sudah terasa efektif sejak putaran rendah. Tapi beban mesin pun menjadi lebih berat. Sedangkan turbocharger memiliki keunggulan pada tekanan yang diberikan di putaran tinggi tanpa membebani mesin. Dengan memanfaatkan aliran gas buang, otomatis peranti ini belum bekerja saat putaran mesin rendah. Alhasil, turbo lag pun tak terhindarkan.
Nah, Volkswagen mencoba menggabungkan kedua peranti ini pada mesin TSI, dengan memanfaatkaan keunggulan dari masing-masing alat tersebut. Sistem ini disebut twincharger. Hasilnya, tenaga mesin dapat meningkat drastis dan emisi gas buang yang dihasilkan mesin pun rendah.
Variable Geometric Turbocharger
Pengembangan turbocharger terus berlanjut. Untuk meminimalkan turbo lag, bilah turbin dibuat variabel agar mampu memutarkan turbo lebih cepat. Efeknya, turbo sudah mulai bekerja sejak putaran yang cukup rendah. Biasanya teknologi ini digunakan pada mesin diesel yang membutuhkan torsi besar di putaran rendah. Mobil-mobil di Tanah Air yang sudah menggunakan teknologi ini antara lain Hyundai i20 CRDi, Toyota Fortuner Diesel, dan BMW X1 sDrive20d.
Electronic Power Steering
Salah satu usaha untuk mengurangi beban kerja mesin, adalah dengan meminimalkan jumlah peranti yang digerakkan oleh mesin. Salah satunya adalah sistem power steering. Dahulu, sistem power steering bekerja dengan tekanan hidraulis yang dihasilkan oleh pompa yang digerakkan mesin. Kini sistem power steering yang umum digunakan di mobil baru adalah Electronic Power Steering (EPS). Sistem ini menggunakan motor elektrik sebagai pengganti sistem hidraulis. Saat setir digerakkan, motor elektrik yang dipasang langsung di sistem kemudi akan membantu meringankan putarannya. Teknologi ini memiliki banyak keuntungan. Salah satunya adalah bisa dimatikan atau dibuat lebih berat saat mobil melaju kencang, sehingga mobil lebih aman dikendarai. Selain itu dengan bantuan komputer dan input dari sensor dan kamera parkir, EPS dapat diberi perintah untuk mengarahkan mobil ke ruang kosong yang tersedia. Sistem ini biasa disebut Parking Assist, seperti yang ada di Lexus LS 600h.
Transmisi dual clutch
Peran transmisi dalam menyalurkan tenaga mesin ke roda begitu penting. Semakin sedikit selip yang terjadi, maka tenaga mesin dapat tersalur optimal ke roda. Dahulu kondisi ini hanya dapat diperoleh pada transmisi manual. Tapi kini transmisi otomatik telah berkembang pesat dengan menciptakan teknologi dual clutch. Sejatinya, dual clutch adalah transmisi manual yang dioperasikan secara otomatis. Untuk mempercepat perpindahan gigi, digunakan dua buah kopling yang bekerja bergantian, masing-masing untuk gigi genap dan gigi ganjil. Mekanismenya diatur oleh komputer sehingga mampu merespons perpindahan gigi layaknya transmisi otomatis. Transmisi dual clutch sendiri terbagi dua tipe, yakni wet dan dry. Tipe wet digunakan untuk mesin-mesin dengan torsi maksimum lebih besar dari 250 Nm. Misalnya Volkswagen Golf GTI dan Caravelle. Pada transmisi tipe wet, kopling direndam oleh oli – seperti kopling sepeda motor - agar suhunya tetap terjaga ketika harus menyalurkan torsi mesin yang besar. Sedangkan tipe kering kini mulai dikembangkan untuk mesin-mesin dengan torsi kurang dari 250 Nm. Contohnya ada pada Ford Fiesta 1.6 Sport dan VW Golf TSI. Kopling model kering ini membuat transfer tenaga ke roda lebih baik, layaknya transmisi manual.
Transmisi CVT
Dilihat dari penyaluran tenaganya, CVT memang tidak seefektif transmisi dual clutch. Namun transmisi dengan sabuk baja sebagai pengganti rangkaian roda gigi ini memiliki kelebihan dalam hal kehalusan dan fleksibilitas. Kehalusannya saat bekerja membuat kerja mesin lebih linear, sehingga putaran bisa dijaga agar selalu berada di torsi maksimum. Dengan begitu mesin bekerja lebih efisien. Salah satu contohnya adalah Super CVT-i di Toyota Corolla Grand New Altis. “Super CVT-i membuat mobil meluncur lebih halus dan mulus,” kata Michihiko Sato, sang Chief Engineer Medium Sedan Toyota ini. Sebagai pengganti roda gigi di transmisi otomatis konvensional, CVT menggunakan dua buah puli yang bisa diatur besar diameternya untuk menghasilkann rasio tertentu. Nah, besarnya rasio ini bisa berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan dan kerakter mengemudi, berdasarkan perintah komputer pengatur transmisi. Sistem CVT pintar ini sudah diterapkan di CVT-i milik Toyota Corolla Grand New Altis dan Xtronic pada Nissan X-Trail.
Daya isap untuk mendapatkan kecepatan aliran udara yang masuk ke ruang bakar menjadi kunci dari mesin Normally Aspirated (N/A). Jadi kebutuhan udara segar sangat tergantung dari desain ruang bakar, jumlah katup, dan intake serta exhaust manifold. Lain halnya bila mesin telah dilengkapi peranti pemasok udara paksa. Tentu kebutuhan udara segar akan selalu tercukupi lantaran dipaksa masuk. Peranti ini pun terbagi menjadi dua: supercharger yang digerakan oleh putaran mesin, dan turbocharger yang memanfaatkan aliran gas buang. Keduanya memiliki keunggulan masing-masing. Lantaran digerakkan oleh putaran mesin, supercharger sudah terasa efektif sejak putaran rendah. Tapi beban mesin pun menjadi lebih berat. Sedangkan turbocharger memiliki keunggulan pada tekanan yang diberikan di putaran tinggi tanpa membebani mesin. Dengan memanfaatkan aliran gas buang, otomatis peranti ini belum bekerja saat putaran mesin rendah. Alhasil, turbo lag pun tak terhindarkan.
Nah, Volkswagen mencoba menggabungkan kedua peranti ini pada mesin TSI, dengan memanfaatkaan keunggulan dari masing-masing alat tersebut. Sistem ini disebut twincharger. Hasilnya, tenaga mesin dapat meningkat drastis dan emisi gas buang yang dihasilkan mesin pun rendah.
Variable Geometric Turbocharger
Pengembangan turbocharger terus berlanjut. Untuk meminimalkan turbo lag, bilah turbin dibuat variabel agar mampu memutarkan turbo lebih cepat. Efeknya, turbo sudah mulai bekerja sejak putaran yang cukup rendah. Biasanya teknologi ini digunakan pada mesin diesel yang membutuhkan torsi besar di putaran rendah. Mobil-mobil di Tanah Air yang sudah menggunakan teknologi ini antara lain Hyundai i20 CRDi, Toyota Fortuner Diesel, dan BMW X1 sDrive20d.
Electronic Power Steering
Salah satu usaha untuk mengurangi beban kerja mesin, adalah dengan meminimalkan jumlah peranti yang digerakkan oleh mesin. Salah satunya adalah sistem power steering. Dahulu, sistem power steering bekerja dengan tekanan hidraulis yang dihasilkan oleh pompa yang digerakkan mesin. Kini sistem power steering yang umum digunakan di mobil baru adalah Electronic Power Steering (EPS). Sistem ini menggunakan motor elektrik sebagai pengganti sistem hidraulis. Saat setir digerakkan, motor elektrik yang dipasang langsung di sistem kemudi akan membantu meringankan putarannya. Teknologi ini memiliki banyak keuntungan. Salah satunya adalah bisa dimatikan atau dibuat lebih berat saat mobil melaju kencang, sehingga mobil lebih aman dikendarai. Selain itu dengan bantuan komputer dan input dari sensor dan kamera parkir, EPS dapat diberi perintah untuk mengarahkan mobil ke ruang kosong yang tersedia. Sistem ini biasa disebut Parking Assist, seperti yang ada di Lexus LS 600h.
Transmisi dual clutch
Peran transmisi dalam menyalurkan tenaga mesin ke roda begitu penting. Semakin sedikit selip yang terjadi, maka tenaga mesin dapat tersalur optimal ke roda. Dahulu kondisi ini hanya dapat diperoleh pada transmisi manual. Tapi kini transmisi otomatik telah berkembang pesat dengan menciptakan teknologi dual clutch. Sejatinya, dual clutch adalah transmisi manual yang dioperasikan secara otomatis. Untuk mempercepat perpindahan gigi, digunakan dua buah kopling yang bekerja bergantian, masing-masing untuk gigi genap dan gigi ganjil. Mekanismenya diatur oleh komputer sehingga mampu merespons perpindahan gigi layaknya transmisi otomatis. Transmisi dual clutch sendiri terbagi dua tipe, yakni wet dan dry. Tipe wet digunakan untuk mesin-mesin dengan torsi maksimum lebih besar dari 250 Nm. Misalnya Volkswagen Golf GTI dan Caravelle. Pada transmisi tipe wet, kopling direndam oleh oli – seperti kopling sepeda motor - agar suhunya tetap terjaga ketika harus menyalurkan torsi mesin yang besar. Sedangkan tipe kering kini mulai dikembangkan untuk mesin-mesin dengan torsi kurang dari 250 Nm. Contohnya ada pada Ford Fiesta 1.6 Sport dan VW Golf TSI. Kopling model kering ini membuat transfer tenaga ke roda lebih baik, layaknya transmisi manual.
Transmisi CVT
Dilihat dari penyaluran tenaganya, CVT memang tidak seefektif transmisi dual clutch. Namun transmisi dengan sabuk baja sebagai pengganti rangkaian roda gigi ini memiliki kelebihan dalam hal kehalusan dan fleksibilitas. Kehalusannya saat bekerja membuat kerja mesin lebih linear, sehingga putaran bisa dijaga agar selalu berada di torsi maksimum. Dengan begitu mesin bekerja lebih efisien. Salah satu contohnya adalah Super CVT-i di Toyota Corolla Grand New Altis. “Super CVT-i membuat mobil meluncur lebih halus dan mulus,” kata Michihiko Sato, sang Chief Engineer Medium Sedan Toyota ini. Sebagai pengganti roda gigi di transmisi otomatis konvensional, CVT menggunakan dua buah puli yang bisa diatur besar diameternya untuk menghasilkann rasio tertentu. Nah, besarnya rasio ini bisa berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan dan kerakter mengemudi, berdasarkan perintah komputer pengatur transmisi. Sistem CVT pintar ini sudah diterapkan di CVT-i milik Toyota Corolla Grand New Altis dan Xtronic pada Nissan X-Trail.
reff:
autobildindonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
yang bermanfaat ya, sopan dan terpercaya