Bahan bakar (fuel) umumnya dari bahan bahan hidrokarbon seperti metan, propan, heptan, batu bara, arang, dll. Bahan bakar tersebut tersusun dari unsur carbon dan hydrogen. Tetapi hidrogen saja juga bisa dijadikan bahan bakar layaknya bahan bakar hidrokarbon. Jika bahan bakar hidrokarbon umumnya didapat dari bahan bakar fosil, bahan bakar hidrogen umunya didapat dengan cara elektoslisis dari berbagai sumber. Salah satu sumbernya tentu adalah air yang gratis dan murah didapat. Tetapi walau hidrogen diproses dari air, air (H2O dalam bentuk cair) tidak bisa disebut sebagai bahan bakar. Dengan melakukan proses elektrolisis, H2O tersebut dapat diubah menjadi gas hidrogen. Hidrogen inilah yang digunakan sebagai bahan bakar, jadi bahan bakarnya bukan air. Pada umumnya elektrolisis dengan menggunakan teknik pemberian electric pulse ke air. (tentang elektrolis akan di bahas tersendiri, krn chain branchingnya ruwet…)
Jika perekasinya (oksidizer) udara (0.21 O2 + 0.79 N2), hasil akhir proses reaksinya adalah H2O (dalam bentuk uap) dan N2 (tidak bereaksi, tetapi berfungsi sebagai diluent atau penghambat reaksi). Seperti hidrogen-2 yang lain, hasil pembakarannya juga sama reaktifnya.
Sebenarnya teknik ini bukan hal yang baru, bukan penemuan yang baru. Sudah puluhan tahun cara ini ditemukan bahkan sebelum Dr. William Rhodes, orang pertama yang membuat dokumentasi tentang proses elektrolisis ini sekitar tahun 1960. Tetapi walaupun Dr. William Rhodes adalah orang pertama yang membuat dokumentasi, Prof. Yull Brown adalah orang yang secara serius mempopulerkan metoda elektrolisis ini. Sehingga banyak orang lebih mengenal Yull Brown daripada William Rhodes itu sendiri. Sehingga istilah menggunakan air sebagai sumber bahan bakar dalam proses pembakaran sering disebut Brown’s Gas. Walaupun begitu, banyak para pakar kimia (yang brtanggung jawab terhadap proses elektrolisis), meragukan akan effisiensi proses ini. Salah satu pakar kimia dari jepang meberikan komentarnya tentang Brown’s gas ini sbg: “proses itu (elektrolisis) akan lebih besar pasak dari pada tiangnya” artinya dengan teknologi saat ini, proses tersebut tidak visible sama sekali.
Jika perekasinya (oksidizer) udara (0.21 O2 + 0.79 N2), hasil akhir proses reaksinya adalah H2O (dalam bentuk uap) dan N2 (tidak bereaksi, tetapi berfungsi sebagai diluent atau penghambat reaksi). Seperti hidrogen-2 yang lain, hasil pembakarannya juga sama reaktifnya.
Sebenarnya teknik ini bukan hal yang baru, bukan penemuan yang baru. Sudah puluhan tahun cara ini ditemukan bahkan sebelum Dr. William Rhodes, orang pertama yang membuat dokumentasi tentang proses elektrolisis ini sekitar tahun 1960. Tetapi walaupun Dr. William Rhodes adalah orang pertama yang membuat dokumentasi, Prof. Yull Brown adalah orang yang secara serius mempopulerkan metoda elektrolisis ini. Sehingga banyak orang lebih mengenal Yull Brown daripada William Rhodes itu sendiri. Sehingga istilah menggunakan air sebagai sumber bahan bakar dalam proses pembakaran sering disebut Brown’s Gas. Walaupun begitu, banyak para pakar kimia (yang brtanggung jawab terhadap proses elektrolisis), meragukan akan effisiensi proses ini. Salah satu pakar kimia dari jepang meberikan komentarnya tentang Brown’s gas ini sbg: “proses itu (elektrolisis) akan lebih besar pasak dari pada tiangnya” artinya dengan teknologi saat ini, proses tersebut tidak visible sama sekali.